Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk. Mulai dari adat istiadat, bahasa, suku bangsa, hingga agama. Walaupun berbeda-beda dalam banyak hal, bangsa ini senantiasa diselimuti dengan keharmonisan.
Berbagai problematika sosial, seperti pertikaian antarsuku, ia laksana riak-riak kecil buih di lautan. Keharmonisan dalam keragaman itu, membuat bangsa ini selalu menjadi daya tarik negara lain untuk mempelajari kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia.
Dengan keragaman sosial, budaya dan agama itu, maka umat Islam diharuskan untuk menjaga perbedaan itu dalam suasana yang damai dan harmonis. Hubungan dengan tetangga, sanak-saudara yang berbeda keyakinan, hendaknya tidak memengaruhi silaturahim antar-keduanya.
Pertanyaannya, sebagai umat Islam, ketika ada tetangga meninggal dunia yang berbeda keyakinan (agama), bolehkah kita melayatnya? Berbagai pro-kontra muncul dalam menyikapi masalah ini. Ada yang membolehkan, namun banyak pula yang mengabaikannya, dalam arti melarang melayat jenazah non-Muslim.
Dalam masalah ini, Syekh Muhammad Kamil Uwaidah dalam kitabnya Al-Jami’ fi Fiqh al-Nisaa’ menjelaskan, hukum melayat (bertakziyah) untuk jenazah non-Muslim dibolehkan. Demikian pula kalau orang non-Muslim itu sakit, kita dianjurkan untuk menjenguknya.
Anas bin Malik RA meriwayatkan, “Ada anak seorang Yahudi yang mengabdi kepada Nabi SAW. Suatu hari, dia jatuh sakit, dan kemudian Rasul menjenguknya.” Hal yang sama juga dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika pamannya, Abu Thalib, meninggal dunia.
Pendapat senada tentang kebolehan umat Islam untuk mengunjungi saudaranya non-Muslim yang sedang sakit, telah diputuskan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Dalam buku “Tanya Jawab Agama (1)”, dijelaskan, tidak ada larangan bagi umat Islam untuk melayat jenazah orang non-Muslim. Yang ada larangannya ialah menyalatkan dan mendoakannya.
Larangan menyalatkan jenazah non-Muslim ini termuat dalam surah At-Taubah ayat 84. Sedangkan kebolehan untuk melayat ke kubur dan bukan mendoakannya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i.
Dari Ali RA, ia berkata, “Aku mengatakan kepada Nabi bahwa pamannya (Abu Thalib) yang sudah tua dan sesat itu meninggal dunia.” Rasul kemudian bersabda; “Pergilah engkau menguburkan bapakmu dan jangan berbuat apa-apa (yang sifat ibadahnya), sampai engkau datang kepadaku lagi.” Maka Ali berkata, “Aku pun pergi menguburkannya dan kemudian datang menjumpai Rasul SAW, yang menyuruh aku mandi dan aku didoakannya.”
Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berdiri untuk menghormati jenazah non-Muslim yang diantar menuju ke pemakaman. Ketika sahabat memberitahukan bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi, Rasul mengatakan, bahwa beliau berdiri bukan untuk menghormati agama dari si mayit, melainkan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Wallahu a’lam.
Source: republika.co.id
0 komentar:
Post a Comment