Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-muhazzabmenerangkan, para ulama sepakat bahwa menjaga dan menghormati Alquran hukumnya wajib. Di antara cara dan adab menghormati itu, menurut jumhur ulama, adalah dengan bersuci dulu sebelum menyentuh mushaf. Oleh karena itu, jumhur ulama menegaskan orang yang berhadas tidak boleh menyentuh mushaf Alquran.
Pendapat itu berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW berupa surat kepada masyarakat Yaman yang dibawa oleh Amru bin Hazm yang di dalamnya terdapat pernyataan, “Hendaklah tidak menyentuh Alquran kecuali orang yang suci.” (HR Imam Malik, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi). Dengan merujuk pada hadis ini, jumhur ulama berpendapat tidak boleh memberikan mushaf Alquran kepada orang kafir atau menjaga kemungkinan mereka untuk memegangnya, karena seorang Muslim yang berhadas kecil saja dilarang memegang mushaf Alquran apalagi orang kafir. Imam Nawawi dalam al-Majmu’juga menjelaskan, ulama sepakat tak membolehkan membawa mushaf Alquran ke daerah orang kafir jika dikhawatirkan akan jatuh ke tangan mereka.
Imam al-Baji dalam kitabnya al-Muntaqa syarh Muwatta`menjelaskan, jika ada seorang kafir meminta untuk dikirimkan mushaf untuk ditadabburinya maka tidak boleh dikirimkan kepadanya karena ia adalah najis yang tidak pernah mandi dari junubnya dan tidak boleh bagi orang kafir untuk memegang mushaf serta tidak boleh bagi seorang Muslim untuk memberikannya kepadanya.
Di samping hadis di atas, para ulama juga berdalilkan kepada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW melarang untuk membawa Alquran ke wilayah musuh. (HR Bukhari dan Muslim). Dibolehkan memberikan Alquran terjemahan atau kitab tafsir sebagai hadiah kepada tetangga atau teman non-Muslim dengan harapan mereka mempelajari Islam dan mendapat hidayah Allah SWT disertai kuat dugaan kita bahwa mereka tidak akan menghinakan Alquran terjemahan atau kitab tafsir tersebut.
Bahkan, hal itu dianjurkan demi mengenalkan Islam serta mengajak manusia menuju hidayah Allah melalui sumbernya yang asli. Sebab, Alquran terjemahan merupakan perkataan manusia yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman Alquran bagi mereka yang tidak berbahasa Arab, maka hukumnya sama dengan kitab tafsir. Dan, kitab tafsir itu boleh bagi non-Muslim untuk memegangnya karena ia bukan mushaf.
Hal itu berdasarkan ijma para ulama yang menyatakan boleh menulis beberapa ayat dalam surat atau buku sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan menulis surat kepada raja dan para pemimpin dunia pada masanya yang di dalamnya ada Bismillahirrahmanirrahim dan ayat 64 dari surah Ali Imran yang berbunyi, “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS Ali ‘Imran [3]: 64). Wallahu a’lam bish shawab.
0 komentar:
Post a Comment